Jumat, 07 Januari 2011

GANGGUAN PSIKOLOGI PADA MASA REPRODUKSI DAN PENGELOLAAN PERUBAHAN PSIKOLOGI


A.    PERKAWINAN
Perkawinan adalah suatu penyatuan jiwa dan raga dua manusia berlawanan jenis dalam suatu ikatan yang suci dan mulia di bawah lindungan hukum dan Tuhan Yang Maha Esa.
Perkawinan dalah suatu perkawinan sepasang mempelai yang dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama, para sksi dan sejumlah hadirin yang disahkan secara resmi sebagai suami isteri dengan upacara ritual-ritual tertentu. Dimana bentuk proklamasi laki-laki dan wanita bersifat dwi tunggal yakni saling memiliki satu sama lain.

1.   Regulasi/pengaturan perkawinan                 
a.       Umur
b.      Seks
c.       Upacara perkawinan
d.      Pembayaran uang nikah
e.       Hak dan kewajiban suami isteri
f.       Pembagian harta
g.      Perceraian

2.   Tujuan regulasi
Bukan untuk menghalangi perkawinan tapi untuk menjamin perkawinan
a.       Ditegakkannya kesejahteraan sosial
b.      Mencegah perkawinan dengan keluarga dekat/incest
c.       Untuk memperbaiki ras/keturunan
d.      Mencegah perceraian yang sewenang-wenang
e.       Menjamin kebahagiaan individu, kelestarian keluarga, kestabilan struktur masyarakat
Adanya pergeseran standar dan norma seks menajdi hyper modern dan radikal merupakan hal yang bertentangan dengan norma masyarakat, yang juga dapat menimbulkan :

3.   Alasan/motivasi perkawinan
a.       Distimulis oleh dorongan-dorongan romantik
b.      Hasrat untuk mendapatkan kemewahan hidup
c.       Ambisi untuk mencapai status sosial tinggi
d.      Keinginan untuk mendapatkan jaminan/asuransi hidup di masa tua
e.       Keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan pasangannya
f.       Hasrat untuk melepaskan diri dari belenggu atau kungkungan orang tua/keluarga
g.      Dorongan cinta terhadap anak dan ingin mempunyai anak
h.      Keinginan untuk mengabadikan nama leluhur
i.        Malu kalau sampai disebut sebagai “perawan tua”

Adapun Kesulitan-kesulitan Dalam Penyesuaian Perkawinan:
  1. Persiapan yang terbatas untuk perkawinan
Walaupun dalam kenyataan sekarang,penyesuaian seksual lebih mudah ketimbang pada masa lalu, karena banyak informasi tentang seks yang tersedia baik di rumah, di sekolah, di universitas dan di perguruan tinggi serta tempat-tempat yang lain. kebanyakan pasangan suami isteri hanya menerima sedikit persiapan di bidang keterampilan domestik, mengasuh anak, dan manajemen umum.

b.   Peran dalam perkawinan
Kecenderungan terhadap perubahan peran dalam perkawinan bagi pria dan wanita, dan konsep yang berbeda tentang peran ini yang dianut kelas osial dan sekelompok religius yang berbeda membuat penyesuaian dalam perkawinan semakin sulit sekarang daripada di masa lalu ketika peran masih begitu ketat dianut.

  1. Kawin Muda
Perkawinan dan kedudukan sebagai orang muda menyelesaikan pendidikan mereka dan secara ekonomis independent membuat mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mempunyai pengalaman yang dipunyai oleh teman-teman yang tidak kawin atau orang-orang yang telah mandiri sebelum kawin. Hal ini mengakibatkan sikap iri hati dan menjadi halangan bagi penyesuaian perkawinan.

  1. Konsep yang tidak realistis tentang perkawinan
Orang dewasa yang bekerja di sekolah dan perguruan tinggi, dengan sedikit atau tanpa pengalaman kerja,cenderung mempunyai konsep yang tidak realistis tentang makna perkawinan berkenan dengan pekerjaan, deprivasi, pembelanjaan uang atau perubahan dalam pola hidup. Pendekatan yang tidak realistis ini menuju ke arah kesulitan penyesuaian yang serius yang sering diakhiri dengan perceraian.

  1. Perkawinan Campur
Penyesuaian terhadap kedudukan sebagai orang tua dan dengan para saudara dari pihak isteri dan sebaliknya jauh lebih sulit dalam perkawinan antar agama daripada bika kedua berasal dari latar belakang budaya yang sama.

  1. Pacaran yang dipersingkat
Periode atau masa pacaran lebih singkat sekarang ketimbang masa dulu, dan karena itu pasangan hanya punya sedikit waktu untuk memecahkan banyak masalah tentang penyesuaian sebelum mereka melangsungkan perkawinan.

  1. Konsep Perkawinan yang Romantis
Banyak orang dewasa yang mempunyai, konsep perkawinan yang romantis yang berkembang pada masa remaja. Harapan yang berlebihan tentang tujuan dan hasil perkawinan sering membawa kekecewaan yang menambah kesulitan penyesuaian terhadap tugas dan tanggung jawab perkawinan.

  1. Kurangnya identitas
Apabila wanita merasa bahwa kelompok sosial menganggap dirinya hanya sebagai “ibu rumah tangga”, walaupun dia seorang wanita karir yang berhasil, ia bisa saja kehilangan identitas diri sebagai individu yang sangat dijunjung dan dinilai tinggi sebelum perkawinan.

Dalam konsep psikologis, perkawinan digambarkan sebagai "dua pribadi yang menyatu". Dua orang dengan pikiran, keinginan, latar belakang, dan harapan berbeda-beda, memutuskan untuk bergabung dalam kehidupan bersama.
Tentunya ini berpotensi menimbulkan stres, Apalagi dengan pasangan muda yang baru satu tahun menjalani bahtera perkawinan.
Menurut Whiteman, Verghese, dan Petersen (1996) ada beberapa hal yang harus dipahami pasangan suami-istri agar mereka dapat mengelola hubungan mereka dengan baik, bahkan ketika mereka mengalami stres.

Perbedaan latar belakang
Istri yang dibiasakan orangtuanya membuang sampah dan meletakkan barang pada tempatnya tentu akan merasa terganggu dengan perilaku suami yang sembarangan meletakkan pakaian kerjanya.
Suami juga akan berharap istrinya tinggal di rumah dan memasak sendiri karena ibunya dulu melakukan hal itu, sementara istri tetap ingin berkarier karena ibunya dulu juga demikian.
Suami lebih suka menonton film perang, sedangkan istri memilih memutar acara sinetron di televisi. Istri lebih sering menjewer telinga anak sebagai cara disiplin, sedangkan suami merasa lebih baik memberi nasihat dan contoh.
Semua perbedaan latar belakang ini merupakan hal-hal yang bisa menimbulkan konflik dan pasangan harus membicarakan isu-isu tersebut dengan kepala dingin dan berkompromi.

Perbedaan gaya atau sifat
Suami mungkin suka mengorok, sedangkan istri jika bersin keras sekali. Kadang kala setiap orang mempunyai kebiasaan yang membuat pasangan merasa jijik atau sifat-sifat berlawanan, misalnya yang satu tertutup, pasangannya mudah membuka diri. Suami pengalah, pasangannya suka mengkritik.
Perbedaan tersebut bukannya tak dapat diatasi, tetapi akan menyebabkan stres. Belum lagi perbedaan jender yang merupakan hasil dibesarkan sebagai seorang laki-laki atau perempuan selama ini.
Para suami dan istri perlu memahami gaya dan sifat pasangannya serta belajar menerima. Adanya usaha mengubah sifat pasangan justru akan menimbulkan perlawanan dari pasangan dan tentunya dapat memperberat stres dalam hubungan mereka.

Perbedaan harapan/impian
Apa yang akan terjadi jika istri mendambakan tinggal di rumah mungil dengan halaman luas, tetapi suami membeli apartemen di tengah kota? Bagaimana bila suami memimpikan menjadi pelukis terkenal, tetapi pasangannya ingin suami berkarier di perusahaan? Atau yang satu ingin dapat berlibur ke pedalaman Irian, yang lain ingin ke Eropa?
Kita menyimpan banyak energi mental dan emosional pada harapan kita, kita harus bisa menyesuaikan satu sama lain, mencari titik temu dari perbedaan harapan karena ini merupakan bagian konflik lain dalam perkawinan.

Kekecewaan
Ketika kita menikah dan kemudian pasangan kita berubah, hal tersebut dapat menyenangkan, tetapi bisa juga mengecewakan kita.
Sebelum menikah, pasangan hanya menampilkan sisi-sisi positifnya saja, tetapi begitu pesta usai mereka kembali pada sisiaslinya. Ini semua dapat menimbulkan kekecewaan bagi pasangan.
Dengan makin menuanya seseorang, banyak suami-istri tak puas dengan kondisi pasangan, yang mungkin mulai memutih rambutnya, makin menggemuk badannya, sakit-sakitan. Sering kali pikiran yang dipengaruhi budaya tentang kemudaan dan penampilan yang tetap oke semakin menambah ketidakpuasan dan memperburuk hubungan perkawinan

Perebutan kuasa
Meskipun sudah disepakati suami adalah kepala keluarga, perebutan kuasa bisa terjadi. Misalnya, istri sering mencari upaya memengaruhi keputusan suami, atau sebaliknya.
Perebutan ini tidak selalu buruk bila pasangan melakukan pertukaran pendapat yang berbeda secara adil dan tidak menimbulkan rasa kalah yang mendalam pada pasangan. Apakah pertukaran yang terjadi sesuai atau tidak dengan harapan pasangan, tetap ada potensi untuk munculnya stres. Hubungan terbaik adalah bukannya tak ada konflik, tetapi bagaimana kita dapat mengelola konflik secara baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar