Perawatan ginekologi dimulai sejak dari kamar bersalin melalui inspeksi pada genitalia eksterna sebagai bagian dari pemeriksaan rutin NEONATUS. Pemeriksaan genitalia eksterna dilanjutkan dengan pemeriksaan berikutnya yang memungkinkan untuk deteksi dini adanya infeksi, adhesi labial, kelainan kongenital dan bahkan tumor genitalia.
Indikasi untuk melakukan pemeriksaan ginekologi lanjutan yang lebih menyeluruh adalah bila seorang anak wanita menunjukkan adanya gejala dan keluhan kelainan pada traktus genitalia.
ACOG memberikan rekomendasi untuk melakukan pemeriksaan ginekologi anak wanita pertama kali pada usia 13 – 15 tahun sebagai bagian dari Ilmu Kesehatan Pencegahan. Pemeriksaan panggul dapat dilakukan pada remaja yang sudah melakukan aktivitas seksual pada usia > 18 tahun atau lebih awal bila terdapat indikasi medis. Terdapat sejumlah peralatan medis yang disediakan khusus untuk pemeriksaan ginekologi bagi anak dan remaja (vaginoskop, spekulum vagina untuk virgin).
Kelainan ginekologi paling sering pada masa kanak-kanak adalah vulvovaginitis. Vulvitis adalah masalah primer dan vaginitis adalah masalah sekunder yang penting oleh karena sering berkaitan dengan perdarahan pervaginam akibat benda asing, penyimpangan seksual, dan penyakit menular seksual.
Remaja adalah periode dalam kehidupan seseorang dimana terjadi maturasi fisiologi dan psikologi dari anak wanita menjadi seorang gadis remaja.
Periode transisi ini menyangkut perubahan emosi dan fisik yang sangat penting. Sebelum pubertas, organ reproduksi wanita dalam keadaan tenang.
Pubertas menghasilkan perubahan dramatik pada organ genitalia eksterna maupun organ genitalia interna.
Perlukan pada alat-alat genital dapat ditimbulkan oleh beberapa macam sebab antara lain:
Perlukan pada alat-alat genital dapat ditimbulkan oleh beberapa macam sebab antara lain:
PERLUKAAN PADA SAAT PERSALINAN
Perlukaan jalan lahir karena persalinan dapat mengenai vulva, vagina, dan uterus. Jenis perlukaan ringan berupa luka lecet, yang berat berupa suatu robekan yang disertai pendarahan hebat. Pada primigravida yang melahirkan bayi cukup bulan perlukaan jalan lahir tidak dapat dihindarkan.
a. Vagina
Perlukaan pada dinding depan vagina sering kali terjadi disekitar orifisium urethrae ekstrenum dan klitoris. Perlukaan pada klitoris dapat menimbulkan perndarahan banyak. Kadang-kadang pendarahan tersebut tidak dapat diatasi hanya dengan penjahitan, tetapi diperlukan penjepitan dengan cunam selama beberapa hari.Robekan pada vagina dapat bersifat luka tersendiri atau merupakan lanjutan robekan perineum. Robekan vagina sepertiga bagian atas umumnya merupakan lanjutan robekan serviks uteri. Pada umumnya robekan vagina terjadi karena regangan jalan lahir yang berlebih-lebihan dan tiba-tiba ketika janin dilahirkan.Bila terjadi perlukaan pada dinding vagina, akan timbul pendarahan segera setelah jalan lahir. Diagnosis ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan langsung. Untuk dapat menilai keadaan bagian vagina, perlu diadakan pemeriksaan dengan spekulum. Perdarahan pada keadaan ini umumnya adalah pendarahan arterial, sehingga harus segera dijahit. Penjahitan secara simpul dilakukan dengan benang katgut kromik No. 0 atau 00, dimulai dari ujung luka terus sampai luka terjahit rapi.
b. Perineum
Tempat yang paling sering mengalami perlukaan akibat persalinan ialah perineum. Tingkat perlukaan pada perineum dapat dibagi dalam:
1) Tingkat I : bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum
2) Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ku vagina dan perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenital
3) Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang menyebabkan muskulus stringter ani eksturnus terputus didepan
Umumnya perlukaan perineum terjadi pada tempat dimana muka janin menghadap. Robekan perineum dapat mengakibatkan robekan jaringan pararektal, sehingga rektum terlepas dari jaringan sekitarnya. Diagnosa ruptura perinei ditagakkan dengan pemeriksaan langsung. Pada tempat terjadinya perlukaan akan timbul pendarahan yang bersifat arterial atau yang merembes. Dengan dua jari tangan luka dibuka, bekuan darah diangkat, lalu luka dijahit secara rapi. Pada perlukaan tingkat I, bila hanya ada luka lecet, tidak diperlukan penjahitan. Pada perlukaan tingkat II, hendaknya luka dijahit kembali secara cermat. Lapisan otot dijahit simpul dengan katgut kromik no. 0 atau no. 00, dengan mencegah terjadinya ruang mati. Adanya ruang mati antara jahitan-jahitan memudahkan tertimbunnya dara beku dan terjadinya radang. Lapisan kulit dapat dijahit dengan benang katgut atau sutera secara simpul. Jahitan hendaknya jangan terlalu ketat, sebab beberapa jam kemudian di tempat perlukaan akan timbul edema. Penanganan perlukaan pernium tingkat II memerlukan teknis penjahitan khusus. Langkah pertama terpenting ialah menemukan kedua ujung muskulus sfingter ani eksternus yang terputus. Kedua ujung otot dijepit dengan cunan allis, kemudian dijahit dengan benang katgut kromik no. 0 atau no. 00, sehingga kontinuitas sfingter terbentuk kembali. Simpul jahitan pada ujung-ujung otot sfngter hendaknya dibenamkan kearah mukosa rektum. Selanjutnya, penjahitan jaringan dilakukan seperti pada penjahitan luka perenium tingkat II. Ketegangan sfingter dinilai dengan memasukkan jari kedalam rektum. Perlukaan perineum pada waktu persalinan sebenarnya dapat dicegah atau dijadikan sekecil mungkin. Perlukaan ini umumnya terjadi pada saat lahirnya kepala. Oleh karena itu, keterampilan melahirkan pada janin sangat menentukan sampai berapa jauh terjadi perlukaan pada perineum. Untuk mencegah terjadinya perlukaan perenium yang tidak terarah dengan bentuk yang tidak teratur, dianjurkan melakukan episiotomi. Pada perlukaan perineum tingkat III yang tidak dijahit misalnya pada persalinan yang di tolong dukun akan terjadi inkontinensia alvi. Pada keadaan ini diperlukan waktu sekurang-kurangnya 3-6 bulan pasca persalian, sebelum luka perineum yang tua ini dapat dijahit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar