Sabtu, 22 Januari 2011

Asfiksia Neonatorum

A. PENGERTIAN
Asfiksia Neonatus adalah suatua keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

B. JENIS ASFIKSIA
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)

Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

D. ETIOLOGI
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma

2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
• Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
• Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
• Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
• Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
• Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
• Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
• Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

b. Paralisis pusat pernafasan
• Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps
• Trauma dari dalam : akibat obet bius.
Penyebab asfiksia Stright (2004)
1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.

E. MANIFESTASI KLINIK

1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
• Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
• Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
• Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat

2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

F. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

H. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

I. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan asfiksia :
1. Pengaturan suhu
Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakan telanjang di bawah alat/ lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh Ibunya, bayi dan Ibu hendaknya diselimuti dengan baik, namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi.

2. Lakukan tindakan A-B-C-D (Airway/ membersihkan jalan nafas, Breathing/ mengusahakan timbulnya pernafasan/ ventilasi, Circulation/ memperbaiki sirkulasi tubuh, Drug/ memberikan obat)
A. Memastikan saluran nafas terbuka
• Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal.
• Menghisap mulut, hidung dan trakhea.
• Bila perlu, masukkan pipa ET untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
B. Memulai pernafasan
• Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
• Memakai VTP bila perlu, seperti sungkup dan balon, pipa ET dan balon, mulut ke mulut (hindari paparan infeksi)
C. Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara :
• Kompresi dada
• Pengobatan

D. Pemberian obat-obatan
• Epineprin
Indikasi : diberikan apabila frekuensi jantung tetap di bawah 80 x/mnt walaupun telah diberikan paling sedikit 30 detik VTP adekuat dengan oksigen 100 % dan kompresi dada atau frekuensi jantung. Dosis 0,1 – 0,3 ml/kg untuk larutan 1:10000. Cara pemberian dapat melalui intravena (IV) atau melalui pipa endotrakheal.
Efek : Untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan konstraksi jantung

• Volume ekspander (darah/ whole blood, cairan albumin-salin 5%, Nacl, RL).
Indikasi : digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian atau diduga adanya kehilangan darah akut dengan tanda-tanda hipovolemi. Dosis 10 ml/ kg. Cara pemberian IV dengan kecepatan pemberian selama waktu 5-10 menit.
Efek : meningkatkan volume vaskuler, meningkatkan asidosis metabolik.
• Natrium Bikarbonat
Indikasi : digunakan apabila terdapat apneu yang lama yang tidak memberikan respon terhadap terapi lain. Diberikan apabila VTP sudah dilakukan.
Efek : memperbaiki asidosis metabolik dengan meningkatkan ph darah apabila ventilasi adekuat, menimbulkan penambahan volume disebabkan oleh cairan garam hipertonik.
• Nalakson hidroklorid/ narcan
Indikasi : depresi pernafasan yang berat atau riwayat pemberian narkotik pada Ibu dalam 4 jam sebelum persalinan.
Efek : antagonis narkotik.
ota keluarga.

Minggu, 09 Januari 2011

PERSALINAN

MEKANISME PERSALINAN NORMAL

 96 % janin dalam uterus berada dalam presentasi kepala dengan ubun-ubun kecil kiri depan sebanyak 58 %, kanan depan 23 %, kanan belakang 11 % dan kiri belakang 8 %.
Janin dengan presentasi kepala disebabkan karena kepala relatif lebih besar dan lebih berat serta bentuk uterus sedemikian rupa sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas di ruang yang lebih luas sedangkan kepala berada dibawah di ruang yang lebih sempit.
3 faktor yang memegang peranan penting pada persalinan :
1. Kekuatan ibu, seperti kekuatan his dan mengedan
2. Keadaan jalan lahir
3. janin.
His à kekuatan yang menyebabkan servik membuka dan  mendorong janin ke bawah serta masuk kedalam  rongga panggul.

Mekanisme jalan lahir diantaranya adalah :
1. penurunan (kepala masuk PAP)
2. fleksi
3. Putar paksi dalam
4. putar paksi luar
5. ekstensi/defleksi
6. ekspulsi
Kepala masuk melintasi pintu atas panggul (promontorium, sayap sacrum, linea inominata, ramus superior ossis pubis dan pinggir atas sympisis) dengan sutura sagitalis melintang, dalam sinklitismus à arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat juga terjadi keadaan :
1. Asinklitismus anterior à arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul
2. Asinklitismus posterior à arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke belakang dengan pintu atas panggul.
• Fleksi
fleksi yaitu posisi dagu bayi menempel dada dan ubun-ubun kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar.
Kepala memasuki ruang panggul dengan ukuran paling kecil ( diameter suboksipitobregmatika = 9,5 cm) dan didasar panggul kepala berada dalam fleksi maksimal.
• Putar paksi dalam
Kepala yang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intra uterin oleh his yang berulang-ulang Þ kepala mengadakan rotasi Þ ubun-ubun kecil berputar kearah depan dibawah simpisis.
• Defleksi
Setelah kepala berada di dasar panggul dengan ubun-ubun kecil di bawah simpisis ( sebagai hipomoklion), kepala mengadakan defleksi berturut turut lahir bregma, dahi, muka dan akhirnya dagu.
• Putaran paksi luar
Gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak
• Ekspulsi
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring Þ menyesuaikan dengan bentuk panggul, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah lahir, bahu berada dalam posisi depan-belakang Þ bahu depan lahir lebih dahulu, baru kemudian bahu belakang.

Mekanisme persalinan fisiologis penting dipahami, bila ada penyimpangan --> koreksi manual dapat dilakukan sehingga tindakan operatif tidak perlu dilakukan.
Tindakan – tindakan setelah bayi lahir :
• Segera bersihkan jalan nafas.
• Tali pusat dijepit pada 2 tempat, pada jarak 5 dan 10 cm, digunting dan kemudian diikat.
• Tindakan resusitasi --> membersihkan dan menghisap jalan nafas serta cairan lambung untuk mencegah aspirasi.

Bila bayi telah lahir, uterus akan mengecil. Partus berada dalam kala III ( kala uri), yang tidak kalah penting dari kala I dan II oleh karena tingginya kematian ibu akibat perdarahan pada kala uri.
Mengecilnya uterus akibat his setelah bayi lahir mengakibatkan terjadi pelepasan perlengketan plasenta dengan dinding uterus. Ada 3 cara lepasnya plasenta yaitu :
1. Tengah (sentral menurut Schultze) à terbanyak
2. Pinggir (marginal menurut Mathew-Duncan)
3. Kombinasi 1 dan 2.
Kala III berlangsung selama 6 sampai 15 menit, dengan tinggi fundus uteri setelah kala III kira-kira 2 jari di bawah pusat.

Prosesnya adalah :
Kepala janin masuk PAP (promontorium, sayap sacru, linea inoinata, ramus superior ossis pubis dan pinggir atas sympisis) dengan sutura sagitalis melintang. Kemudian kepala janin mengaklami fleksi, yaitu posisi dagu bayi menempel dada dan ubun-ubun kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar.
Setelah itu kepala jannin mengalami putar paksi dalam yaitu pemutaran 45 derajat dari bagian depan, sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar kedepan ke bawah sympisis. Jika peresentasi belkang kepala, maka bagian terendahnya adalah ubun-ubun kecil.
Kemudian setelah PPD selesai dan kepala sampai dasar panggul, terjadilah ekstensi/defleksi yaitu sub occipito tertahan pada pinggir bawah sympisis. Tahanan kepala bayi saat mengalami defleksi terjadi di sub occipito di hipomoclion.
Setelah kepala lahir, maka kepala bayi akan memutar kembali sebanyak 45 derajat kearah punggung bayi untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi akibat PPD.
Setelah PPL, bahu depan sampai di bawah sympisis dan menjadi hipomoclion untuk kelahiran bahu belakang kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah paksi jalan lahir.

PERSALINAN NORMAL

PERSALINAN / PARTUS
Adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam uterus melalui vagina atau jalan lain ke dunia luar.
Partus normal / partus biasa
Bayi lahir melalui vagina dengan letak belakang kepala / ubun-ubun kecil, tanpa memakai alat / pertolongan istimewa, serta tidak melukai ibu maupun bayi (kecuali episiotomi), berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.
Partus abnormal
Bayi lahir melalui vagina dengan bantuan tindakan atau alat seperti versi / ekstraksi, cunam, vakum, dekapitasi, embriotomi dan sebagainya, atau lahir per abdominam dengan sectio cesarea.
Beberapa istilah
Gravida : wanita yang sedang hamil
Para : wanita pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable)
In partu : wanita yang sedang berada dalam proses persalinan
SEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN
1. Penurunan fungsi plasenta : kadar progesteron dan estrogen menurun mendadak, nutrisi janin dari plasenta berkurang.
(pada diagram, dari Lancet, kok estrogen meningkat ?)
2. Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frankenhauser, menjadi stimulasi (pacemaker) bagi kontraksi otot polos uterus.
3. Iskemia otot-otot uterus karena pengaruh hormonal dan beban, semakin merangsang terjadinya kontraksi.
4. Peningkatan beban / stress pada maternal maupun fetal dan peningkatan estrogen mengakibatkan peningkatan aktifitas kortison, prostaglandin, oksitosin, menjadi pencetus rangsangan untuk proses persalinan (DIAGRAM)
PERSALINAN DITENTUKAN OLEH 3 FAKTOR “P” UTAMA
Power
His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu.
Passage
Keadaan jalan lahir
Passanger
Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor)
(++ faktor2 “P” lainnya : psychology, physician, position)
Dengan adanya keseimbangan / kesesuaian antara faktor-faktor “P” tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung.
PEMBAGIAN FASE / KALA PERSALINAN
Kala 1
Pematangan dan pembukaan serviks sampai lengkap (kala pembukaan)
Kala 2
Pengeluaran bayi (kala pengeluaran)
Kala 3
Pengeluaran plasenta (kala uri)
Kala 4
Masa 1 jam setelah partus, terutama untuk observasi
HIS
His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri di mana tuba falopii memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari ‘pacemaker’ yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut.
Resultante efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan normal mengarah ke daerah lokus minoris yaitu daerah kanalis servikalis (jalan laihir) yang membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar.
Terjadinya his, akibat :
1. kerja hormon oksitosin
2. regangan dinding uterus oleh isi konsepsi 3
3. rangsangan terhadap pleksus saraf Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi.
His yang baik dan ideal meliputi :
1. kontraksi simultan simetris di seluruh uterus
2. kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus
3. terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi.
4. terdapat retraksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah his
5. serviks uteri yang banyak mengandung kolagen dan kurang mengandung serabut otot,akan tertarik ke atas oleh retraksi otot-otot korpus, kemudian terbuka secara pasif dan mendatar (cervical effacement). Ostium uteri eksternum dan internum pun akan terbuka.
Nyeri persalinan pada waktu his dipengaruhi berbagai faktor :
1. iskemia dinding korpus uteri yang menjadi stimulasi serabut saraf di pleksus hipogastrikus diteruskan ke sistem saraf pusat menjadi sensasi nyeri.
2. peregangan vagina, jaringan lunak dalam rongga panggul dan peritoneum, menjadi rangsang nyeri.
3. keadaan mental pasien (pasien bersalin sering ketakutan, cemas/ anxietas, atau eksitasi).
4. prostaglandin meningkat sebagai respons terhadap stress
Pengukuran kontraksi uterus
1. amplitudo : intensitas kontraksi otot polos : bagian pertama peningkatan agak cepat, bagian kedua penurunan agak lambat.
2. frekuensi : jumlah his dalam waktu tertentu (biasanya per 10 menit).
3. satuan his : unit Montevide (intensitas tekanan / mmHg terhadap frekuensi).
Sifat his pada berbagai fase persalinan
Kala 1 awal (fase laten)
Timbul tiap 10 menit dengan amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm. Frekuensi dan amplitudo terus meningkat.
Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir
Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4 kali / 10 menit, lama 60-90 detik. Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).
Kala 2
Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. Refleks mengejan terjadi juga akibat stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan normal yaitu kepala) yang menekan anus dan rektum. Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan kontraksi otot-otot dinding abdomen dan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan bayi.
Kala 3
Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun. Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
PERSALINAN KALA 1 :
FASE PEMATANGAN / PEMBUKAAN SERVIKS
DIMULAI pada waktu serviks membuka karena his : kontraksi uterus yang teratur, makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran darah-lendir yang tidak lebih banyak daripada darah haid.
BERAKHIR pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa dalam, bibir porsio serviks tidak dapat diraba lagi). Selaput ketuban biasanya pecah spontan pada saat akhir kala I.
Fase laten : pembukaan sampai mencapai 3 cm, berlangsung sekitar 8 jam.
Fase aktif : pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung sekitar 6 jam. Fase aktif terbagi atas :
1. fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm.
2. fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm.
3. fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm).
Peristiwa penting pada persalinan kala 1
1. keluar lendir / darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya vaskular kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus.
2. ostium uteri internum dan eksternum terbuka sehingga serviks menipis dan mendatar.
3. selaput ketuban pecah spontan (beberapa kepustakaan menyebutkan ketuban pecah dini jika terjadi pengeluaran cairan ketuban sebelum pembukaan 5 cm).
Pematangan dan pembukaan serviks (cervical effacement) pada primigravida berbeda dengan pada multipara :
1. pada primigravida terjadi penipisan serviks lebih dahulu sebelum terjadi pembukaan – pada multipara serviks telah lunak akibat persalinan sebelumnya, sehingga langsung terjadi proses penipisan dan pembukaan
2. pada primigravida, ostium internum membuka lebih dulu daripada ostium eksternum (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti lingkaran kecil di tengah) – pada multipara, ostium internum dan eksternum membuka bersamaan (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti garis lebar)
3. periode kala 1 pada primigravida lebih lama (+ 20 jam) dibandingkan multipara (+14 jam) karena pematangan dan pelunakan serviks pada fase laten pasien primigravida memerlukan waktu lebih lama.
PERSALINAN KALA 2 :
FASE PENGELUARAN BAYI
DIMULAI pada saat pembukaan serviks telah lengkap.
BERAKHIR pada saat bayi telah lahir lengkap.
His menjadi lebih kuat, lebih sering, lebih lama, sangat kuat.
Selaput ketuban mungkin juga baru pecah spontan pada awal kala 2.
Peristiwa penting pada persalinan kala 2
1. Bagian terbawah janin (pada persalinan normal : kepala) turun sampai dasar panggul.
2. Ibu timbul perasaan / refleks ingin mengejan yang makin berat.
3. Perineum meregang dan anus membuka (hemoroid fisiologik)
4. Kepala dilahirkan lebih dulu, dengan suboksiput di bawah simfisis (simfisis pubis sebagai sumbu putar / hipomoklion), selanjutnya dilahirkan badan dan anggota badan.
5. Kemungkinan diperlukan pemotongan jaringan perineum untuk memperbesar jalan lahir (episiotomi).
Lama kala 2 pada primigravida + 1.5 jam, multipara + 0.5 jam.
Gerakan utama pengeluaran janin pada persalinan dengan letak belakang kepala
1. Kepala masuk pintu atas panggul : sumbu kepala janin dapat tegak lurus dengan pintu atas panggul (sinklitismus) atau miring / membentuk sudut dengan pintu atas panggul (asinklitismus anterior / posterior).
2. Kepala turun ke dalam rongga panggul, akibat : 1) tekanan langsung dari his dari daerah fundus ke arah daerah bokong, 2) tekanan dari cairan amnion, 3) kontraksi otot dinding perut dan diafragma (mengejan), dan 4) badan janin terjadi ekstensi dan menegang.
3. Fleksi : kepala janin fleksi, dagu menempel ke toraks, posisi kepala berubah dari diameter oksipito-frontalis (puncak kepala) menjadi diameter suboksipito-bregmatikus (belakang kepala).
4. Rotasi interna (putaran paksi dalam) : selalu disertai turunnya kepala, putaran ubun-ubun kecil ke arah depan (ke bawah simfisis pubis), membawa kepala melewati distansia interspinarum dengan diameter biparietalis.
5. Ekstensi : setelah kepala mencapai vulva, terjadi ekstensi setelah oksiput melewati bawah simfisis pubis bagian posterior. Lahir berturut-turut : oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut, dagu.
6. Rotasi eksterna (putaran paksi luar) : kepala berputar kembali sesuai dengan sumbu rotasi tubuh, bahu masuk pintu atas panggul dengan posisi anteroposterior sampai di bawah simfisis, kemudian dilahirkan bahu depan dan bahu belakang.
7. Ekspulsi : setelah bahu lahir, bagian tubuh lainnya akan dikeluarkan dengan mudah. Selanjutnya lahir badan (toraks,abdomen) dan lengan, pinggul / trokanter depan dan belakang, tungkai dan kaki.
PERSALINAN KALA 3 :
FASE PENGELUARAN PLASENTA
DIMULAI pada saat bayi telah lahir lengkap.
BERAKHIR dengan lahirnya plasenta.
Kelahiran plasenta : lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus, serta pengeluaran plasenta dari kavum uteri.
Lepasnya plasenta dari insersinya : mungkin dari sentral (Schultze) ditandai dengan perdarahan baru, atau dari tepi / marginal (Matthews-Duncan) jika tidak disertai perdarahan, atau mungkin juga serempak sentral dan marginal.
Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan plasenta di dinding uterus adalah bersifat adhesi, sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan berdarah.
Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi sekitar / di atas pusat.
Plasenta lepas spontan 5-15 menit setelah bayi lahir.
(jika lepasnya plasenta terjadi sebelum bayi lahir, disebut solusio/abruptio placentae – keadaan gawat darurat obstetrik !!).
KALA 4 :
OBSERVASI PASCAPERSALINAN
Sampai dengan 1 jam postpartum, dilakukan observasi.
7 pokok penting yang harus diperhatikan pada kala 4 :
1) kontraksi uterus harus baik,
2) tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain,
3) plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap,
4) kandung kencing harus kosong,
5) luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma,
6) resume keadaan umum bayi, dan
7) resume keadaan umum ibu.



PEMPROSESAN ALAT / INSTRUMENT

PENGERTIAN DAN TUJUAN
Pemprosesan alat adalah proses pencegahan infeksi dasar pada alat-alat praktek kebidanan.
Tujuannya : untuk menurunkan transmisi penyakit dan pencegahan infeksi pada alat-alat / instrumen.
3 Langkah Pokok Dalam Pemprosesan Alat
Ø  Dekontaminasi
Ø  Pencucian dan pembilasan
Ø  Desinfikasi tingkat tinggi atau sterilisasi
DEKONTAMINASI ALAT
n  Definisi  :
Ø  langkah pertama menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lainnya yang terkontaminasi.
  •  Produk-produk Dekontaminasi :
Ø  Larutan klorin 0,5 %-0,1 %
Ø  Etil 70 %
Ø  Bahan fenolik atau karbol 0,5 % - 3 %
Cara-cara membuat larutan klorin
n  Caramembuat larutan klorin 0,5 % :
v  Tambahkan 1 larutan pemutih (bayelin) kedalam 9 bagian air (1:9)
n  Cara membuat larutan klorin 0,1 % :
v  Tambahkan 1 bagian larutan pemutih (bayclin) kedalam 49 bagian air (1:49)
Cara-cara Dekontaminasi :
1.    lakukan dekontaminasi terhadap alat-alat dengan cara merendamnya dengan larutan desifektan (klorin 0,5 %) selama 10 menit. langkah ini dapat membunuh virus hepatitis B dan AIDS.
2.    Jangan merendam instrument logam yang berlapis elektron(artinya tidak 100 % baja tahan gores)meski dalam air biasa selama beberapa jam karena akan berkarat.
3.    Setelah dekontaminasi instrumen harus segera dicuci dengan air dingin untuk menghilangkan bahan organik sebelum dibersihkan secara menyeluruh.
4.    Jarum habis pakai da semprit harus diletakkan dalam wadah yang baik untuk dikubur.
5.    Apabila akan digunakan kembali maka jarum dan semprit harus dibersihkan dan dicuci secara menyeluruh setelah dekontaminasi.
6.    Sekali instrumen atau benda lainnya telah didekontaminasi maka selanjutnya di proses dengan aman.
PENCUCIAN DAN PEMBILASAN
n  Defenisi :
            Pencucian adalah : cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada peralatan / instrument yang kotor atau yang sudah digunakan.
Ø  Perlengkapan / bahan-bahan untuk mencuci peralatan.             
  1. Wadah plastik atau baja anti karat.
  2. Sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks.
  3. Sikat halus ( boleh menggunakan sikat gigi )
  4. Tabung suntik
  5. Air bersih
  6. Sabun deterjen.
n  Kegunaan Pencucian :
Ø  Sebagai cara efektif untuk mengurangi jumlah mikroorganisme terutama endospora yang menyebabkan tetanus pada peralatan dan instrument tercemar.
Ø  Sebagai langkah awal,sebelum instrument di sterilisasi atau desinfikasi tingkat tinggi (DTT) yang efektif tanpa harus melakukan pencucian terlebih dahulu (Porter,1987). 
Tahap-tahap Pencucian dan pembilasan
  1. Ambil peralatan bekas pakai sarung tangan karet yang tebal pada ketua tangan.
  2. Pakai yang sudah di dekontaminasi ( hati-hati bila memegang peralatan yang tajam seperti gunting dan jarum jari )
  3. Agar tidak merusak benda yang terbuat dari plastik atau karet, jangan dicuci segera bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari logam.
4.         Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati-hati :
*      Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran.
*      Buka engsel gunting dan klem
*      Sikat dengan saksama terutama dibagian sambungan dan pojok peralatan.
*      Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada perlatan.
*      Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali atau lebih jika diperlukan dengan air dan sabun atau diterjen.
*      Bilas benda-benda tersebut dengan air bersih.
4.    Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain.
  1. Jika peralatan akan  di densifiksikan tingkat tinggi secara kimiawi(misalakan dalam larutan klorin  0,5% tempatkan peralatan dalam wadah  yang bersih  dan biarkan  kering sebelum memulai proses DTT.karena peralatan yang masih basah akan  mengencerkan larutan  kimia dan membuat larutan menjadi kurang efektif
  2. Peralatan yang akan di desinfeksi tingkat tinggi dengan cara dikukus atau direbus atau distrelisasi di dalam otoktaf atau oven panas kering,tidak usah dikeringkan sebekum proses DTT atau distrilisasi di mulai.
  3. Selagi masih memakai  sarung tangan ,cuci sarung tangan dengan air dan sabun dan kemudian bilas secara saksama dengan menggunakan air bersih .
  4. Gantungkan sarung tangan dan biarkan dengan cara di angin-anginkan
Tips-tips Pencucian dan pembilasan
1.      Gunakan sarung tangan saat membersihkan instrumen  dan peralatan
  1.   Gunakan pelindung mata (Plastik, pelindung muka, atau kaca mata) dan rok plastik jika ada ,saat membersihkan alat untuk meniminalkan risiko cipratan cairan  yang terkontaminasi pada mata  dan badan.
DESIFIKASI TINGKAT TINGGI DAN STERILISASI
n  Defenisi :                                
     suatu tindakan untuk membunuh kuman pada benda atau alat dengan cara merebus dan meredam dengan larutan  desifiktan .
Tujuan :
            . Untuk menghindar penularan
            . Supaya alat siap untuk dipakai dan tetap  terpelihara sehingga tahan lama

Dilakukan pada semua alat –alat  kebidanan dan kedokteran
DTT dilakukan dengan cara:
1)    Meredam dengan  larutan desifektan dalam panci rebus
2)    Lakukan persiapan:
    - alat-alat dibersihkan
    - sediakan sabun, sikat halus, lap kering, larutan desifektan, panci.
PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN
n  Alat –alat yng sudah siap dipakai direndam dengan  klorin 0,5%  selama 10  menit bersihkan alat-alat tersebut dengan sabun dan disikat  sampai bersih ,masukkan  dalam panic dan pastikan  semua permukaan alat dalam panic perebus tetutup,terendam air dengan tinggi permukaan alat 2,5% cm diatas  permukaan alat .
n  Rebus alat atau benda selama 20 menit yang dihitung sejak air mendidih .angka alat ( benda yang  sudah direbus dibiarakan mengering  pada daerah yang  bersih )alat  yang sudah di DTT harus digunakan untuk disiman  dalam wadah tertentu.
PERHATIAN:jangan melakukan DTT terhadap jarum ,spolt,dan skaipel.peralatan yang sudah di DTT dapat disimpan  sampai dengan satu minggu.
STERILISASI
DEFENISI: merupakan upaya pembunuhuhan atau penghancuran semua bentuk kehidupan mikroba yang dilakukan dirumah sakit melalui proses fisik
PERSIAPAN:
1)    ALAT –ALAT YANG AKAN DIBERSIHKAN
2)    Sabun
3)    Sikat halus
4)    Lap kering
5)    Larutan desinfektan
6)    Sterilisator
CARA KERJA :
-          Alat –alat yan sudah digunakan direndam dalam larutan klorin 0,5 % selama 15 menit
-          Cuci dengan sa1bun dan bilas  d bawah air  mengalir  untuk membuang kotoran yang melekat
-          Keringkan dengan lap bersih dan bungkus  dengan kain bersih
-          Masukan dalam sterilisator dan bungkus dengan kain bersih
-          Masukan dalam sterilisator selama 20 menit  dengan temperature 121 derajat celcius (250 derajat farenhet)tekanan harus  10%
-          Biarkan sampai strelisator cukup dingin
-          Buka penutup agar uapanya keluar dan biarkan bungkusan mengering baru diangkat.




Jumat, 07 Januari 2011

GANGGUAN PSIKOLOGI PADA MASA REPRODUKSI DAN PENGELOLAAN PERUBAHAN PSIKOLOGI


A.    PERKAWINAN
Perkawinan adalah suatu penyatuan jiwa dan raga dua manusia berlawanan jenis dalam suatu ikatan yang suci dan mulia di bawah lindungan hukum dan Tuhan Yang Maha Esa.
Perkawinan dalah suatu perkawinan sepasang mempelai yang dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama, para sksi dan sejumlah hadirin yang disahkan secara resmi sebagai suami isteri dengan upacara ritual-ritual tertentu. Dimana bentuk proklamasi laki-laki dan wanita bersifat dwi tunggal yakni saling memiliki satu sama lain.

1.   Regulasi/pengaturan perkawinan                 
a.       Umur
b.      Seks
c.       Upacara perkawinan
d.      Pembayaran uang nikah
e.       Hak dan kewajiban suami isteri
f.       Pembagian harta
g.      Perceraian

2.   Tujuan regulasi
Bukan untuk menghalangi perkawinan tapi untuk menjamin perkawinan
a.       Ditegakkannya kesejahteraan sosial
b.      Mencegah perkawinan dengan keluarga dekat/incest
c.       Untuk memperbaiki ras/keturunan
d.      Mencegah perceraian yang sewenang-wenang
e.       Menjamin kebahagiaan individu, kelestarian keluarga, kestabilan struktur masyarakat
Adanya pergeseran standar dan norma seks menajdi hyper modern dan radikal merupakan hal yang bertentangan dengan norma masyarakat, yang juga dapat menimbulkan :

3.   Alasan/motivasi perkawinan
a.       Distimulis oleh dorongan-dorongan romantik
b.      Hasrat untuk mendapatkan kemewahan hidup
c.       Ambisi untuk mencapai status sosial tinggi
d.      Keinginan untuk mendapatkan jaminan/asuransi hidup di masa tua
e.       Keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan pasangannya
f.       Hasrat untuk melepaskan diri dari belenggu atau kungkungan orang tua/keluarga
g.      Dorongan cinta terhadap anak dan ingin mempunyai anak
h.      Keinginan untuk mengabadikan nama leluhur
i.        Malu kalau sampai disebut sebagai “perawan tua”

Adapun Kesulitan-kesulitan Dalam Penyesuaian Perkawinan:
  1. Persiapan yang terbatas untuk perkawinan
Walaupun dalam kenyataan sekarang,penyesuaian seksual lebih mudah ketimbang pada masa lalu, karena banyak informasi tentang seks yang tersedia baik di rumah, di sekolah, di universitas dan di perguruan tinggi serta tempat-tempat yang lain. kebanyakan pasangan suami isteri hanya menerima sedikit persiapan di bidang keterampilan domestik, mengasuh anak, dan manajemen umum.

b.   Peran dalam perkawinan
Kecenderungan terhadap perubahan peran dalam perkawinan bagi pria dan wanita, dan konsep yang berbeda tentang peran ini yang dianut kelas osial dan sekelompok religius yang berbeda membuat penyesuaian dalam perkawinan semakin sulit sekarang daripada di masa lalu ketika peran masih begitu ketat dianut.

  1. Kawin Muda
Perkawinan dan kedudukan sebagai orang muda menyelesaikan pendidikan mereka dan secara ekonomis independent membuat mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mempunyai pengalaman yang dipunyai oleh teman-teman yang tidak kawin atau orang-orang yang telah mandiri sebelum kawin. Hal ini mengakibatkan sikap iri hati dan menjadi halangan bagi penyesuaian perkawinan.

  1. Konsep yang tidak realistis tentang perkawinan
Orang dewasa yang bekerja di sekolah dan perguruan tinggi, dengan sedikit atau tanpa pengalaman kerja,cenderung mempunyai konsep yang tidak realistis tentang makna perkawinan berkenan dengan pekerjaan, deprivasi, pembelanjaan uang atau perubahan dalam pola hidup. Pendekatan yang tidak realistis ini menuju ke arah kesulitan penyesuaian yang serius yang sering diakhiri dengan perceraian.

  1. Perkawinan Campur
Penyesuaian terhadap kedudukan sebagai orang tua dan dengan para saudara dari pihak isteri dan sebaliknya jauh lebih sulit dalam perkawinan antar agama daripada bika kedua berasal dari latar belakang budaya yang sama.

  1. Pacaran yang dipersingkat
Periode atau masa pacaran lebih singkat sekarang ketimbang masa dulu, dan karena itu pasangan hanya punya sedikit waktu untuk memecahkan banyak masalah tentang penyesuaian sebelum mereka melangsungkan perkawinan.

  1. Konsep Perkawinan yang Romantis
Banyak orang dewasa yang mempunyai, konsep perkawinan yang romantis yang berkembang pada masa remaja. Harapan yang berlebihan tentang tujuan dan hasil perkawinan sering membawa kekecewaan yang menambah kesulitan penyesuaian terhadap tugas dan tanggung jawab perkawinan.

  1. Kurangnya identitas
Apabila wanita merasa bahwa kelompok sosial menganggap dirinya hanya sebagai “ibu rumah tangga”, walaupun dia seorang wanita karir yang berhasil, ia bisa saja kehilangan identitas diri sebagai individu yang sangat dijunjung dan dinilai tinggi sebelum perkawinan.

Dalam konsep psikologis, perkawinan digambarkan sebagai "dua pribadi yang menyatu". Dua orang dengan pikiran, keinginan, latar belakang, dan harapan berbeda-beda, memutuskan untuk bergabung dalam kehidupan bersama.
Tentunya ini berpotensi menimbulkan stres, Apalagi dengan pasangan muda yang baru satu tahun menjalani bahtera perkawinan.
Menurut Whiteman, Verghese, dan Petersen (1996) ada beberapa hal yang harus dipahami pasangan suami-istri agar mereka dapat mengelola hubungan mereka dengan baik, bahkan ketika mereka mengalami stres.

Perbedaan latar belakang
Istri yang dibiasakan orangtuanya membuang sampah dan meletakkan barang pada tempatnya tentu akan merasa terganggu dengan perilaku suami yang sembarangan meletakkan pakaian kerjanya.
Suami juga akan berharap istrinya tinggal di rumah dan memasak sendiri karena ibunya dulu melakukan hal itu, sementara istri tetap ingin berkarier karena ibunya dulu juga demikian.
Suami lebih suka menonton film perang, sedangkan istri memilih memutar acara sinetron di televisi. Istri lebih sering menjewer telinga anak sebagai cara disiplin, sedangkan suami merasa lebih baik memberi nasihat dan contoh.
Semua perbedaan latar belakang ini merupakan hal-hal yang bisa menimbulkan konflik dan pasangan harus membicarakan isu-isu tersebut dengan kepala dingin dan berkompromi.

Perbedaan gaya atau sifat
Suami mungkin suka mengorok, sedangkan istri jika bersin keras sekali. Kadang kala setiap orang mempunyai kebiasaan yang membuat pasangan merasa jijik atau sifat-sifat berlawanan, misalnya yang satu tertutup, pasangannya mudah membuka diri. Suami pengalah, pasangannya suka mengkritik.
Perbedaan tersebut bukannya tak dapat diatasi, tetapi akan menyebabkan stres. Belum lagi perbedaan jender yang merupakan hasil dibesarkan sebagai seorang laki-laki atau perempuan selama ini.
Para suami dan istri perlu memahami gaya dan sifat pasangannya serta belajar menerima. Adanya usaha mengubah sifat pasangan justru akan menimbulkan perlawanan dari pasangan dan tentunya dapat memperberat stres dalam hubungan mereka.

Perbedaan harapan/impian
Apa yang akan terjadi jika istri mendambakan tinggal di rumah mungil dengan halaman luas, tetapi suami membeli apartemen di tengah kota? Bagaimana bila suami memimpikan menjadi pelukis terkenal, tetapi pasangannya ingin suami berkarier di perusahaan? Atau yang satu ingin dapat berlibur ke pedalaman Irian, yang lain ingin ke Eropa?
Kita menyimpan banyak energi mental dan emosional pada harapan kita, kita harus bisa menyesuaikan satu sama lain, mencari titik temu dari perbedaan harapan karena ini merupakan bagian konflik lain dalam perkawinan.

Kekecewaan
Ketika kita menikah dan kemudian pasangan kita berubah, hal tersebut dapat menyenangkan, tetapi bisa juga mengecewakan kita.
Sebelum menikah, pasangan hanya menampilkan sisi-sisi positifnya saja, tetapi begitu pesta usai mereka kembali pada sisiaslinya. Ini semua dapat menimbulkan kekecewaan bagi pasangan.
Dengan makin menuanya seseorang, banyak suami-istri tak puas dengan kondisi pasangan, yang mungkin mulai memutih rambutnya, makin menggemuk badannya, sakit-sakitan. Sering kali pikiran yang dipengaruhi budaya tentang kemudaan dan penampilan yang tetap oke semakin menambah ketidakpuasan dan memperburuk hubungan perkawinan

Perebutan kuasa
Meskipun sudah disepakati suami adalah kepala keluarga, perebutan kuasa bisa terjadi. Misalnya, istri sering mencari upaya memengaruhi keputusan suami, atau sebaliknya.
Perebutan ini tidak selalu buruk bila pasangan melakukan pertukaran pendapat yang berbeda secara adil dan tidak menimbulkan rasa kalah yang mendalam pada pasangan. Apakah pertukaran yang terjadi sesuai atau tidak dengan harapan pasangan, tetap ada potensi untuk munculnya stres. Hubungan terbaik adalah bukannya tak ada konflik, tetapi bagaimana kita dapat mengelola konflik secara baik.

Rabu, 05 Januari 2011

PERLUKAAN PADA ALAT GENITAL

Perawatan ginekologi dimulai sejak dari kamar bersalin melalui inspeksi pada genitalia eksterna sebagai bagian dari pemeriksaan rutin NEONATUS. Pemeriksaan genitalia eksterna dilanjutkan dengan pemeriksaan berikutnya yang memungkinkan untuk deteksi dini adanya infeksi, adhesi labial, kelainan kongenital dan bahkan tumor genitalia.
Indikasi untuk melakukan pemeriksaan ginekologi lanjutan yang lebih menyeluruh adalah bila seorang anak wanita menunjukkan adanya gejala dan keluhan kelainan pada traktus genitalia.
ACOG memberikan rekomendasi untuk melakukan pemeriksaan ginekologi anak wanita pertama kali pada usia 13 – 15 tahun sebagai bagian dari Ilmu Kesehatan Pencegahan. Pemeriksaan panggul dapat dilakukan pada remaja yang sudah melakukan aktivitas seksual pada usia > 18 tahun atau lebih awal bila terdapat indikasi medis. Terdapat sejumlah peralatan medis yang disediakan khusus untuk pemeriksaan ginekologi bagi anak dan remaja (vaginoskop, spekulum vagina untuk virgin).
Kelainan ginekologi paling sering pada masa kanak-kanak adalah vulvovaginitis. Vulvitis adalah masalah primer dan vaginitis adalah masalah sekunder yang penting oleh karena sering berkaitan dengan perdarahan pervaginam akibat benda asing, penyimpangan seksual, dan penyakit menular seksual.
Remaja adalah periode dalam kehidupan seseorang dimana terjadi maturasi fisiologi dan psikologi dari anak wanita menjadi seorang gadis remaja.
Periode transisi ini menyangkut perubahan emosi dan fisik yang sangat penting. Sebelum pubertas, organ reproduksi wanita dalam keadaan tenang.
Pubertas menghasilkan perubahan dramatik pada organ genitalia eksterna maupun organ genitalia interna.
Perlukan pada alat-alat genital dapat ditimbulkan oleh beberapa macam sebab antara lain:
                                           PERLUKAAN PADA SAAT PERSALINAN
Perlukaan jalan lahir karena persalinan dapat mengenai vulva, vagina, dan uterus. Jenis perlukaan ringan berupa luka lecet, yang berat berupa suatu robekan yang disertai pendarahan hebat. Pada primigravida yang melahirkan bayi cukup bulan perlukaan jalan lahir tidak dapat dihindarkan.
a.              Vagina
Perlukaan pada dinding depan vagina sering kali terjadi disekitar orifisium urethrae ekstrenum dan klitoris. Perlukaan pada klitoris dapat menimbulkan perndarahan banyak. Kadang-kadang pendarahan tersebut tidak dapat diatasi hanya dengan penjahitan, tetapi diperlukan penjepitan dengan cunam selama beberapa hari.Robekan pada vagina dapat bersifat luka tersendiri atau merupakan lanjutan robekan perineum. Robekan vagina sepertiga bagian atas umumnya merupakan lanjutan robekan serviks uteri. Pada umumnya robekan vagina terjadi karena regangan jalan lahir yang berlebih-lebihan dan tiba-tiba ketika janin dilahirkan.Bila terjadi perlukaan pada dinding vagina, akan timbul pendarahan segera setelah jalan lahir. Diagnosis ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan langsung. Untuk dapat menilai keadaan bagian vagina, perlu diadakan pemeriksaan dengan spekulum. Perdarahan pada keadaan ini umumnya adalah pendarahan arterial, sehingga harus segera dijahit. Penjahitan secara simpul dilakukan dengan benang katgut kromik No. 0 atau 00, dimulai dari ujung luka terus sampai luka terjahit rapi.
b.             Perineum
Tempat yang paling sering mengalami perlukaan akibat persalinan ialah perineum. Tingkat perlukaan pada perineum dapat dibagi dalam:
1)         Tingkat I      : bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum
2)         Tingkat II      : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ku vagina dan perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenital
3)         Tingkat III    : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang menyebabkan muskulus stringter ani eksturnus terputus didepan
Umumnya perlukaan perineum terjadi pada tempat dimana muka janin menghadap. Robekan perineum dapat mengakibatkan robekan jaringan pararektal, sehingga rektum terlepas dari jaringan sekitarnya. Diagnosa ruptura perinei ditagakkan dengan pemeriksaan langsung. Pada tempat terjadinya perlukaan akan timbul pendarahan yang bersifat arterial atau yang merembes. Dengan dua jari tangan luka dibuka, bekuan darah diangkat, lalu luka dijahit secara rapi. Pada perlukaan tingkat I, bila hanya ada luka lecet, tidak diperlukan penjahitan. Pada perlukaan tingkat II, hendaknya luka dijahit kembali secara cermat. Lapisan otot dijahit simpul dengan katgut kromik no. 0 atau no. 00, dengan mencegah terjadinya ruang mati. Adanya ruang mati antara jahitan-jahitan memudahkan tertimbunnya dara beku dan terjadinya radang. Lapisan kulit dapat dijahit dengan benang katgut atau sutera secara simpul. Jahitan hendaknya jangan terlalu ketat, sebab beberapa jam kemudian di tempat perlukaan akan timbul edema. Penanganan perlukaan pernium tingkat II memerlukan teknis penjahitan khusus. Langkah pertama terpenting ialah menemukan kedua ujung  muskulus sfingter ani eksternus yang terputus. Kedua ujung otot dijepit dengan cunan allis, kemudian dijahit dengan benang katgut kromik no. 0 atau no. 00, sehingga kontinuitas sfingter terbentuk kembali. Simpul jahitan pada ujung-ujung otot sfngter hendaknya dibenamkan kearah mukosa rektum. Selanjutnya, penjahitan jaringan dilakukan seperti pada penjahitan luka perenium tingkat II. Ketegangan sfingter dinilai dengan memasukkan jari kedalam rektum. Perlukaan perineum pada waktu persalinan sebenarnya dapat dicegah atau dijadikan sekecil mungkin. Perlukaan ini umumnya terjadi pada saat lahirnya kepala. Oleh karena itu, keterampilan melahirkan pada janin sangat menentukan sampai berapa jauh terjadi perlukaan pada perineum. Untuk mencegah terjadinya perlukaan perenium yang tidak terarah dengan bentuk yang tidak teratur, dianjurkan melakukan episiotomi. Pada perlukaan perineum tingkat III yang tidak dijahit misalnya pada persalinan yang di tolong dukun akan terjadi inkontinensia alvi. Pada keadaan ini diperlukan waktu sekurang-kurangnya 3-6 bulan pasca persalian, sebelum luka perineum yang tua ini dapat dijahit.